Semarang - Berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau pasar bebas ASEAN di Indonesia, khususnya Jawa Tengah jangan sampai mengecohkan perdagangan bebas di kawasan negara lain. Sebab, nilai impor yang mengkhawatirkan justru dari China.
"Impor kita, Jateng, 41 persen dari China. Persentasenya makin lama makin tinggi. Karenanya, MEA jangan terkecoh hanya pada ASEANnya. Tapi kita juga harus memperhatikan CAFTA (China Asean Free Trade Agreement, red). Sejak CAFTA, peranan China terhadap ekonomi kita makin besar, terutama impor. Dari data yang ada, ternyata impor barang-barang kita sebagian besar dari China. Sedangkan di ASEAN, impor kita hanya delapan persen," papar Kepala BI Kantor Perwakilan Wilayah V Jateng-DIY Iskandar Simorangkir dalam rapat Persiapan Pelaksanaan Menyongsong MEA di ruang rapat gedung A lantai II Kantor Gubernur, Senin (1/6).
Nilai impor Jawa Tengah dari China setiap tahun semakin tinggi, lanjutnya. Pada 2001, nilai impor hanya 10 persen. Hingga 2014, nilai impor sudah mencapai 41 persen. Sejak free trade empat tahun lalu, masuknya impor barang dari China memang sangat cepat. Termasuk, impor bahan baku kayu untuk meubel yang memiliki daya saing tinggi.
"Ternyata ini (impor bahan baku, red) memang harus kita waspadai. Karena itu, di usulan kami, perlu kita buat kawasan industri dari hulu sampai hilir. Jangan sampai kita ketergantungan dengan negara lain. Nanti kita kaitkan dengan technopark untuk pengembangannya," katanya.
Ketergantungan yang semakin besar kepada negara lain, imbuhnya, mengakibatkan negara maupun pelaku industri mengalami kesulitan ketika terjadi depresiasi terhadap nilai tukar rupiah. Padahal mestinya depresiasi nilai tukar rupiah akan membawa keuntungan bagi negara dan pelaku industri.
Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP setuju dengan pendapat Kepala BI Kantor Perwakilan Wilayah V Jateng-DIY Iskandar Simorangkir. Menurutnya, ketika berbicara pasar riil untuk pertumbuhan ekonomi pemainnya adalah China dan India. Kedua negara tersebut dipandang Ganjar layak menjadi 'teman' ekonomi, meski ada tantangan yang menghadang.
"China dan India itu layak jadi 'teman' ekonomi. Sebab, sama-sama kapasitasnya gede dan penduduknya gede," tuturnya.
Sementara itu, untuk menghadapi MEA, Ganjar meminta Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Dinperindag) memetakan produk unggulan daerah di 35 kabupaten/kota, lengkap dengan kapasitas dan lokasinya dengan menggunakan basis data dari Bank Indonesia. Dinperindag juga diminta membuat peta komoditas unggulan di tingkat ASEAN. Semua komoditas nantinya dibandingkan per comparison.
"Kita bandingkan semuanya langsung per comparison. Jadi kalau kita bicara juara meubel, musuh kita siapa. Bicara tekstil dan turunannya musuh kita siapa. Setelah kita list dari sana kita akan tahu. Saya bayangkan akan ada peta potensi pertempuran produk,"jelasnya.
Ganjar juga meminta Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Kependudukan (Disnakertranduk) membuat peta serapan tenaga kerja.
0 komentar:
Posting Komentar